Para Pemimpin Negeri, Tirulah Raja Sulaiman
“PARA Pemimpin Kita hendaknya meniru Raja Sulaiman (Raja Solomon). Raja yang bijaksana dan cepat dalam memutuskan persoalan atau sengketa hukum” komentar seorang teman FB saya saat saya menulis status di FB Saya. “Sedang Mendambakan Sosok Seperti Raja Sulaiman Yang Bijaksana dan mampu menegakkan keadilan yang substantive”. Sulaiman, seoang raja yang kaya raya, memiliki kemampuan untuk bicara dengan bahasa binatang, Sebagai raja sangat terkenal karena kebijaksanaannya.
Raja Sulaiman (Solomon) menghunus pedangnya hendak membagi seorang bayi yang dipersengketatan oleh dua orang perempuan. Dua orangperempuan itu dalam persidangan yang dimpimpin oleh Raja Sulaiman sendiri, tetap bersikukuh tak mau mengalah. Keduanya tak bergeming dan tetap sama-sama mengclaim dirinya merupakan ibu kandung dari anak yang dipersengketakan itu. Tentu saja, saat itu belum dikenal test DNA untuk nengetahui secara pasti siapa satu dari dua orang perempuan itu yang menjadi ibu kandung anak itu.
“Baiklah oleh karena kalian tidak ada yang mengalah” ujar Raja Sulaiman, “Biar adil, Saya akan membagi anak itu menjadi dua. Akan saya belah anak ini menjadi dua, masing-masing mendapatkan separuhnya.”
“Yang mulia, saya setuju. Itu keputusan yang adil dari yang mulia,” ujar seorang perempuan dengan berbingar-bingar.
“Paduka yang mulia, jangan belah anak itu. Saya mohon kebijaksanaan paduka yang mulia. Saya ikhlas anak itu tidak jatuh ke tangan saya meskipun saya ibu kandungnya, saya tidak ikhlas anak itu dibunuh dan dibelas menjadi dua. Biarlah ia diberikan kepada perempuan itu asalkan anak saya tetap hidup. Saya tak ingin melihat ia meninggal,” ujar seorang perempuan yang satunya lagi sambil bersimpuh.
Raja Sulaiman tersenyum. Ia tak jadi menghunus dan mengayunkan pedangnya dan dengan seketika ia sudah bisa mengambil kesimpulan dan keputusan untuk memutuskan siapa yang berhak terhadap anak itu. Sebaliknya, bibirnya terseulas simpul merah. Ia tatap wajah dua ibu itu. Dalam benaknya, melintas pemikiran satu dari dua ibu pasti ada yang gadungan. Hanya ibu yang gadungan saja yang tega melihat anaknya akan dibelah menjadi dua.
“Prajurit tangkap perempuan yang mengatakan keputusan saya tadi itu adil. Tangkap dia, ia orang yang mengaku-aku saja” perintah Raja Sulaiman. Prajurit itu segera bergegas menjalankan perintah. Menggelandang perempuan yang mengaku-aku ibu kandung anak itu. Sementara seorang perempuan lagi tak tehingga bahagianya, ia telah mendapatkan haknya yang semula akan direbut oleh perempuan yang lain. Tak hanya itu, perempuan itu bahkan menyetujui apa yang akan dilakukan oleh Raja Sulaiman yang akan membelah menjadi dua anak yang dipesengketakan itu. Sebagai ibu tentu saja ia tak rela anaknya akan dibelah dua meskipun hal itu dianggap sebagai suatu yang adil.
Raja Sulaiman, yang tak lain adalah Nabi Sulaiman AS salam, memang mendapat predikat sebagai sosok raja yang bijaksana. Pada kasus di atas, ia tak menggunakan pendekatan hukum formal untuk menyelesaikan persoalan sengketa antara dua orang ibu yang bersengketa memperebutkan seorang anak. Hanya saja, ia terbukti telah mampu menegakkan keadilan yang substantive dalam menyelesaikan kasus sengketa itu. Tak perlu berlarut-larut untuk menentukan keputusan yang bijaksana dan tanpa terjebak dalam jeratan-jeratan pendekatan hukum yang formal, yang kaku dan berbelit-belit.
‘Keadilan Substantive’
TENTU saja jika sengketa di atas terjadi di abad ini, tidak perlu pedah yang terhunus untuk bisa membuka siapa sebenarnya yang berhak terhadap anak itu. Test DNA bisa secara cepat dan segera membuktikan siapa yang paling berhak terhadap anak itu. Dilihat dari perspektif waktu itu. Jelas suatu yang rumit. Akan tetapi Raja Sulaiman, memiliki trick khusus untuk mengetahui siapa yang paling berhak. Dengan cara yang sederhana, maka segera bisa disimpulkan siapa ibu yang asli.
Akan tetapi, sudah tentu kita bisa belajar dan banyak kritik mengapa banyak pemimpin negeri ini tidak meniru apa yang dilakukan raja Sulaiman, mengambil keputusan yang cepat, tepat, bijaksana dan tetap menegakkan keadilan. Menegakkan keadilan tanpa kebijaksanaan, akan mudah terjebak ke dalam penegakan hukum yang procedural, kering dan kadang-kadang jauh dari keadilan substantive.
Pelajaran dari kass di atas, menunjukkan Raja Sulaiman itu menunjukkan dirinya sebagai sosok pemimpin yang tanggap ing sasmitho, tak perlu lama-lama menentukan kebijakan dalam menghadapi perseteruan yang terjadi di kalangan masyarakatnya. Masyarakat tidak perlu diajak main teka-teki, menunggu-nunggu keputusan apa yang akan diambil. Kepercayaan public terhadap dirinya pun sebagai pemimpin bertambah bulat. Kebijaksanaan memang menjadi kata kuncinya. Raja Sulaiman, memang layak menjadi contoh bagi siapaun, termasuk para pemimpin negeri ini. “Para Pemimpin Negeri, Tirulah Raja Sulaiman…” (BL, 24 November 2009)